Senin, 07 Februari 2011

MASJID AGUNG BANTEN, SATU CIRI KHAS KOTA BANTEN LAMA






Masjid Agung terletak dibagian barat alun-alun kota (pada masa perkotaan Banten Lama saat itu), di atas lahan seluas 0,13 hektar, didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, masjid ini memiliki rancang bangun tradisional. Bangunan induk masjid ini berdenah segi empat dengan atap bertingkat bersusun 5 atau dikenal dengan istilah atap tumpang. 5 tingkat ini tentu memiliki filosofi tersendiri, yakni berasal dari jumlah rukun Islam. Tiga tingkat yang teratas sama runcingnya. Di bagian puncak terdapat hiasan atap yang biasa disebut mamolo. Francois Valentijn yang mengunjungi Banten pada tahun 1694 mengatakan : voorzien van viff verdiepingen of daken (mempunyai atap lima tingkat).
Pondasi masjid pejal setinggi kurang lebih 70 cm, ini berhubungan dengan konsep pra Islam dimana tempat suci selalu berada di tempat yang tinggi. Dari segi arsitektur, pondasi masjid seperti itu akan memperkokoh bangunan.
Pada bagian depan terdapat parit berair yang disebut kulah, fungsinya sebagai kolam wudhu yang airnya mengalir ketika itu. Ciri-ciri tersebut merupakan kekhasan arsitektur masjid-masjid kuno di Indonesia pada umumnya. Beriikut adalah gambar dari kulah tersebut.




Di sisi kiri dan kanan bangunan masjid terdapat masing-masing sebuah serambi yang dibangun pada masa kemudian. Menurut catatan sejarah, serambi-serambi ini dibangun kemudian oleh pengganti Hasanuddin yaitu Maulana Yusuf.
Dapat dikatakan bahwa dua bangsa mengerjakan penyempurnaan masjid ini. Bangunan masjid dibuat oleh bangsa Indonesia yang diwakili masyarakat Banten, sementara bangunan Tiyamah dan Menara Masjid oleh Bangsa Belanda yang dimaksudkan untuk infiltrasi budaya sebagai penguasa Banten.
Bagian ruang utama shalat, serambi timur, serambi utara, dan serambi selatan kiri dilapisi oleh ubin marmer. Bangunan utama masjid dibatasi oleh dinding di keempat sisinya, terdapat pintu-pintu yang menghubungkan ruang utama dengan serambi masjid yang berada di sisi utara, selatan, dan timur. Pintu – pintu penghubung ini terbilang unik karena ukurannya yang kecil dan rendah. Pintu ini memeiliki filosofi bahwa untuk masuk ke dalam masjid / menghadap Allah SWT kita haruslah merendahkan diri kita, karena manusia hanyalah kecil di mata Allah SWT. Bangunan masjid ini ditopang oleh dua puluh empat tiang (soko guru), empat tiang utama terletak pada bagian tengah ruangan. Pada bagian bawahnya terdapat empat buah umpak batu berbentuk buah labu.



Mihrab terdapat pada dinding sebelah barat berupa ceruk tempat imam memimpin shalat. Di sisi kanan mihrab terdapat mimbar yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian bawah berupa pondasi masif dari batu dan bangunan atasnya terbuat dari kayu. Dinding timur memisahkan ruang utama dengan serambi timur yang mempunyai bentuk atap limasan. Pada dinding ini terdapat empat buah pintu masuk yang rendah, sehingga setiap orang yang akan masuk ke ruang utama masjid akan menundukan kepala. Keunikan ini tentu memiliki filosofi tersendiri, makna filosofinya adalah bahwa untuk memasuki masjid atau menghadap Allah SWT kita haruslah menundukkan kepala serta merendahkan hati karena bagaimanapun juga manusia hanyalah mahluk rendah di mata Allah.
Dinding selatan membatasi ruang utama dengan pawestren, terdapat sebuah pintu di bagian barat laut. Pada dinding utara yang memisahkan ruang utama dengan serambi utara terdapat sebuah pintu berukuran besar dan dua buah jendela besar. Pintu-pintu dan jendela di Masjid Agung Banten relatif masih baru.
Masjid Agung Banten ini dikenal memiliki kharisma yang tinggi, terlihat dari banyknya peziarah yang mendatangi masjid setiap harinya, terlebih pada hari-hari libur.
Selain berziarah untuk memperoleh barokah dan qaromah, mereka juga ingin menyaksikan secara langsung kebesaran Masjid Agung Banten ini.