Senin, 07 Februari 2011

GEDUNG JUANG 45, BANGUNAN HISTORIKAL DI SEKELILING PUSAT KOTA






Gedung Juang 45 berada di sebelah selatan Alun-alun kota Serang, tepatnya di Jalan Ki Mas Jong, Kota Baru, Serang. Bangunan ini menghadap ke utara dengan serambi muka yang menjorok ke depan, ditopang oleh 9 buah pilar bergaya tuscan berwarna putih. Di bagian muka terdapat dua pintu masuk dengan empat buah jendela.

ALUN- ALUN KOTA SERANG SEBAGAI CIRI UTAMA KOTA-KOTA ISLAM






Luas alun-alun Serang ini sekitar satu hektar. Di bagian alun-alun Barat terdapat bangunan tanpa dinding, bentuknya memanjang dengan pondasi ditinggikan dengan atas limasan. Di bagian barat daya dan barat laut terdapat bangunan bertingkat tanpa dinding yang disebut Pancaniti. Pada umumnyua ciri utama kota-kota Islam adalah kehadiran unsur-unsur tetap seperti istana, masjid (sebagai sarana ritual religius), lapangan dan pasar dalam tata letak berpola umum kota-kota islam di Indonesia. Pada tahun 1808 keraton Surosowan dihancurkan, pusat pemerintahan dipindahkan ke keraton Kaibon. Tahun 1828 pusat pemerintahan dipindahkan ke Serang. Kemungkinan kehadiran salah satu komponen tetap perkotaan Islam, yakni alun-alun tetap dipertahankan walaupun pusat pemerintahan dipindahkan.
Alun-alun biasanya berfungsi sebagai tempat berkumpul rakyat untuk mendengarkan pengumumam Sultan, tempat latihan prajurit, tempat pertunjukan kesenian. Dengan kata lain, alun-alun merupakan tempat aktivitas sosial.
Alun-alun Serang terbagi menjadi dua wilayah, yakni Alun-alun Timur dan Alun-alun Barat. Alun-Alun Timur memiliki fungsi yang pada umumnya sebagai sarana berolahraga. Di Alun-alun Timur terdapat Lintasan Lari, Lapangan Basket, Lapang bola voli, lintasan refleksi. Berikut adalah gambar dari Alun-alun Timur.




Tidak jauh dari Alun-alun Timur juga terdapat sebuah Gedung Olah Raga Maulan Yusuf Serang. GOR ini biasanya digunakan masyarakat sebagai tempat untuk berlatih bulu tangkis.




Sedangkan Alun-alun Barat pada umumnya berfungsi sebagai sarana untuk acara pemerintahan seperti Upacara peringatan HUT RI, dan lain-lain. Alun-alun Barat memiliki arsitektur yang megah dan mewah.




Selain itu, alun-alun Barat juga memiliki Taman-taman yang cukup rindang dan nyaman. Di taman-taman ini biasanya terdapat tempat duduk yang sengaja disediakan bagi para pengunjung sehingga bisa bersantai-santai di tempat ini.



Alun-alun Barat juga dilengkapi dengan sarana Mushola pada bagian Pancaniti, karenanya tidak heran jika masyarakat sekitar menjadikan Alun-Alun Barat sebagai sarana hiburan keluarga di kota Serang.Pancaniti ini juga seringkali dibilang dengan istilah pendopo oleh beberapa orang.

MASJID AGUNG BANTEN, SATU CIRI KHAS KOTA BANTEN LAMA






Masjid Agung terletak dibagian barat alun-alun kota (pada masa perkotaan Banten Lama saat itu), di atas lahan seluas 0,13 hektar, didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, masjid ini memiliki rancang bangun tradisional. Bangunan induk masjid ini berdenah segi empat dengan atap bertingkat bersusun 5 atau dikenal dengan istilah atap tumpang. 5 tingkat ini tentu memiliki filosofi tersendiri, yakni berasal dari jumlah rukun Islam. Tiga tingkat yang teratas sama runcingnya. Di bagian puncak terdapat hiasan atap yang biasa disebut mamolo. Francois Valentijn yang mengunjungi Banten pada tahun 1694 mengatakan : voorzien van viff verdiepingen of daken (mempunyai atap lima tingkat).
Pondasi masjid pejal setinggi kurang lebih 70 cm, ini berhubungan dengan konsep pra Islam dimana tempat suci selalu berada di tempat yang tinggi. Dari segi arsitektur, pondasi masjid seperti itu akan memperkokoh bangunan.
Pada bagian depan terdapat parit berair yang disebut kulah, fungsinya sebagai kolam wudhu yang airnya mengalir ketika itu. Ciri-ciri tersebut merupakan kekhasan arsitektur masjid-masjid kuno di Indonesia pada umumnya. Beriikut adalah gambar dari kulah tersebut.




Di sisi kiri dan kanan bangunan masjid terdapat masing-masing sebuah serambi yang dibangun pada masa kemudian. Menurut catatan sejarah, serambi-serambi ini dibangun kemudian oleh pengganti Hasanuddin yaitu Maulana Yusuf.
Dapat dikatakan bahwa dua bangsa mengerjakan penyempurnaan masjid ini. Bangunan masjid dibuat oleh bangsa Indonesia yang diwakili masyarakat Banten, sementara bangunan Tiyamah dan Menara Masjid oleh Bangsa Belanda yang dimaksudkan untuk infiltrasi budaya sebagai penguasa Banten.
Bagian ruang utama shalat, serambi timur, serambi utara, dan serambi selatan kiri dilapisi oleh ubin marmer. Bangunan utama masjid dibatasi oleh dinding di keempat sisinya, terdapat pintu-pintu yang menghubungkan ruang utama dengan serambi masjid yang berada di sisi utara, selatan, dan timur. Pintu – pintu penghubung ini terbilang unik karena ukurannya yang kecil dan rendah. Pintu ini memeiliki filosofi bahwa untuk masuk ke dalam masjid / menghadap Allah SWT kita haruslah merendahkan diri kita, karena manusia hanyalah kecil di mata Allah SWT. Bangunan masjid ini ditopang oleh dua puluh empat tiang (soko guru), empat tiang utama terletak pada bagian tengah ruangan. Pada bagian bawahnya terdapat empat buah umpak batu berbentuk buah labu.



Mihrab terdapat pada dinding sebelah barat berupa ceruk tempat imam memimpin shalat. Di sisi kanan mihrab terdapat mimbar yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian bawah berupa pondasi masif dari batu dan bangunan atasnya terbuat dari kayu. Dinding timur memisahkan ruang utama dengan serambi timur yang mempunyai bentuk atap limasan. Pada dinding ini terdapat empat buah pintu masuk yang rendah, sehingga setiap orang yang akan masuk ke ruang utama masjid akan menundukan kepala. Keunikan ini tentu memiliki filosofi tersendiri, makna filosofinya adalah bahwa untuk memasuki masjid atau menghadap Allah SWT kita haruslah menundukkan kepala serta merendahkan hati karena bagaimanapun juga manusia hanyalah mahluk rendah di mata Allah.
Dinding selatan membatasi ruang utama dengan pawestren, terdapat sebuah pintu di bagian barat laut. Pada dinding utara yang memisahkan ruang utama dengan serambi utara terdapat sebuah pintu berukuran besar dan dua buah jendela besar. Pintu-pintu dan jendela di Masjid Agung Banten relatif masih baru.
Masjid Agung Banten ini dikenal memiliki kharisma yang tinggi, terlihat dari banyknya peziarah yang mendatangi masjid setiap harinya, terlebih pada hari-hari libur.
Selain berziarah untuk memperoleh barokah dan qaromah, mereka juga ingin menyaksikan secara langsung kebesaran Masjid Agung Banten ini.

PELABUHAN KARANGANTU, YANG TERKENAL PADA MASANYA






Banten merupakan pelabuhan yang penting bila dilihat dari sudut geografi dan ekonomi karena letaknya yang strategis dalam penguasaan Selat Sunda. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 menyebabkan para pedagang muslim enggan untuk melalui Selat Malaka. Para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda, sehingga mereka pun singgah di Karangantu. Sejak itu, perlahan tapi pasti, Karangantu menjadi pusat perdagangan Internasional yang banyak disinggahi oleh para pedagang dari Benua Asia, Afrika dan Eropa. Dapat dibayangkan betapa besar dan ramainya Bandar Karangantu saat itu. Karangantu sendiri terletak tidak jauh dari objek-objek wisata di Banten lainnya seperti Masjid Agung Banten, Keraton Kaibon, dan lain-lain di Kecamatan Kasemen, Serang – Banten.




Saat ini Karangantu hanya sebuah pelabuhan kecil yang sama sekali tidak menunjukkan bukti-bukti kebesarannya di masa lalu, sebaliknya pelabuhan yang pernah dijuluki sebagai ”Singapore-nya Banten” ini sekarang lebih terkesan kumuh. Sampai sekarang pelabuhan ini masih dimanfaatkan untuk pelabuhan dan pusat perdagangan ikan, khususnya untuki daerah Serang sendiri. Pada tahun 1991 pelabuhan ini pernah dikeruk agar kapal-kapal yang bertonase besar dapat masuk.

Meskipun kondisi objek bersejarah ini kurang optimal karena terkesan kumuh, akan tetapi Pelabuhan Karangantu memiliki kharisma tersendiri. Karena Pelabuhan Karangantu merupakan salah satu pelabuhan yang sangat terkenal pada zaman kejayaannya, bahkan para bangsa Barat pertama kali menginjakkan kaki di Nusantara berawal dari tempat ini. Oleh karenanya, Pelabuhan Karangantu dapat dibilang sebagai salah satu titik awal perkembangan peradaban di Indonesia. Selain itu, di pelabuhan ini pada setiap Bulan Oktober atau November setiap tahunnya diselenggarakan Pesta Ruat Laut. Selain sebagai upacara tradisi nelayan, pesta laut tersebut juga sekaligus untuk mengenang kejayaan masa lalu Banten. Objek bersejarah ini dapat menjadi salah satu alternative tujuan wisata anda untuk menghibur, sarana edukasi, bahkan bagi anda yang memiliki hobi dengan dunia bahari, karena anda juga bisa memancing.